20 October 2013

Dan



           Dan akhirnya hari ini 20 Oktober ku putuskan untuk pergi keatas tidak kebawah. Biasanya Bionicers menyebut daerah kaliurang dengan kata munggah (naik), karena letaknya lebih tinggi dari Jogja. Dan keputusanku tidak salah, banyak sekali hal menakjubkan yang terjadi. Setelah aku, Ari, Suci, Ambar, dan maz Panji berkumpul, kami segera berangkat. Dimulai kecerobohan tingkat tinggi meninggalkan kameraku satu-satunya sebatang kara di Deksel (nama salah satu tempat di Kampus), masih beruntung aku mendapatkannya kembali. Alhamdulillah.
        Kemudian kami melesat secepat gas motor yang kami tarik. Tiba-tiba ban motorku bocor dijalan Kaliurang km 15. Matahari pun mulai meninggi. (Bali wae nek ngeneki/ pulang aja kalo kayak gini). Mau tidak mau harus menunggu ban motor yang udah ditambal dua kali ini untuk ditambal lagi ketiga kalinya.


         Setelah selesai ditambal kami pun mulai lagi melanjutkan perjalanan ke Bukit Jarum. Kami berlima tidak tau dimana Bukit Jarum itu berada. Dengan berbekal peta dari Panji (bukan maz Panji) kami mencoba (nekat) melewati jalan-jalan yang belum pernah di jamah (oleh kami) sebelumnya. Beberapa kali harus balik arah karena salah jalan ataupun keblandang (kebablasan). Sampai pada akhirnya sampai di Museum Ullen Sentalu, kemudian ada bapak satpam (bukan maz Kir) yang mengarahkan kami untuk parkir di depan Museum.
            “Pak kami mau ke Bukit Jarum”
            “Bukit apa mbak?”
“Bukit Jarum, tau ga pak?”
“Wah ga tau mbak, kalau lurus kesana jalan buntu”
Lho?
            “Kalau kesana pak” menunjuk bukit yang terhampar rerumputan.
            “Oya, mungkin disana mbak”
            “Bisa dilewati motor pak?”
            “Bisa”
            “Oke, makasih pak”
          Kami nekat naik jalan setapak yang kurang bagus (terjal). Sampai disana ada sebuah Gubuk dan disimpulkan bahwa tempat itu adalah Bukit Jarum. Horeee. Pemandangan Bukit Turgo, Bukit Plawangan dan truk-truk pengangkut pasir dan batu dibawah jurang yang sangat dalam, menakjubkan.
Sebentar disana, tiba-tiba ada sesosok burung Raptor (kalau tidak salah) Sikep Madu Asia
Sikep Madu Asia
Pemandangan dari Bukit Jarum

         Hmmm... setelah itu melihat 2 ekor burung Raptor lagi namun jaraknya begitu jauh, hanya terlihat seperti titik (maz Panji, 2013). Lalu karena Suci pengin lihat burung yang warna-warni dan karena aku juga masih terlalu bingung dengan kegagahan (baca: mengidentifikasi) burung Raptor. Kami pun beranjak dari Bukit Keren Banget (Bukit Jarum) menuju Bukit Plawangan.
Dan TARAAA.... kamipun sampai disana. Langit tertutup awan mendung dan kabut tipis menyelimuti udara pukul 10:00 pagi. Disana kami bertemu Panji dan Nina (pacarnya Panji). Disambut oleh burung yang berwana gelap, Ciung-mungkal Jawa eh maksudnya Ciung batu kecil.

Ciung batu kecil
Kemudian Opior jawa dan Cucak kutilang.
          Sampai menthok di Goa Jepang kami belum menemukan burung lain. Hingga bunglon yang jatuh dari pohon menjadi sasaran objek fotografi. 
Photo by Panji

           Sekitar jam 12san, langit masih tertutup awan, cahaya matahari menjadi sulit menembusnya. Seekor burung mencoba mendekati, seperti burung Sikatan betina (tidak tau jenis apa), lalu Srigunting siluet dan Jinjing batu. Setelah itu burung-burung mulai bernyanyi riang, kami putuskan untuk turun. Disanalah keberuntungan kami bertemu flok :
1.      Sepah gunung
2.      Sikatan ninon
3.      Siktan belang
4.      Munguk beledu
5.      Kacamata biasa
6.      Burung madu gunung
7.      Ciu besar
8.      Ciu kunyit
Menakjubkan! Disaat genting ini kameraku Empity Battery (baterai habis), terimakasih Ya Allah...membuat saya ingin lagi dan lagi... pengamatan burung (bukan kehabisan baterai lhooo)

17 July 2013

Bagian 1# Empat “Haaah” untuk 4th Baluran Birding Competition




                Haaah untuk Talpat
                Haaah untuk Merbah cerucuk
                Haaah untuk Merak hijau jantan
                Haaah untuk Kemenangan Bionic yang mengherankan! :D


Rombongan Jogja berangkat tanggal 25 Juni 2013, waktu itu maz Shaim dan maz Zul ketinggalan kereta. Haduh...
              Sampai di Batangan 26 Juni 2013, seperti tahun lalu, sebelum berangkat ke Bekol, kami melakukan registrasi terlebih dahulu. Tahun ini, aku dengan personil tim yang sama (aku, maz Praja, maz Aji) dan dengan nama tim yang sama. Yang berbeda adalah cerita yang akan kami ukir tahun ini, oleh karena itu sepakat tim kami beri nama Bionic Kaki Lima Episode 2. Huahahaha :D
                Lomba tahun ini memiliki konsep yang berbeda dari tahun sebelumnya, yaitu tidak hanya sekedar mengumpulkan sketsa dan list burung tapi tahun ini peserta ditantang untuk menulis artikel. Kami benar-benar beruntung pada hari lomba yang pertama. Kami memutuskan berangkat ke salah satu tempat di Baluran yaitu Sumber Air Talpat yang terletak 4,5 km dari Bekol. Tidak ada kelompok lain yang terlihat berangkat menuju ke Talpat kecuali seorang fotografer. Sepanjang kanan kiri jalan yang berbatu dan berlumpur, dihiasi tanaman Akasia yang sudah menginvasi dan burung Tekukur biasa (Streptopelia chinensis), Perkutut Jawa (Geopelia striata), dan Dederuk Jawa (Streptopelia bitorquata). Begitu juga beberapa burung Merak hijau (Pavo muticus) dan burung-burung lain.
                Hal itu cukup membuat kami bosan karena burung-burung itu saja yang muncul. Tapi kami tetap bersemangat karena berharap di Sumber Air nanti akan ada burung-burung yang sedang asik mandi disana. Sekitar satu setengah jam kami berjalan kaki, akhirnya sampai di Sumber Air yang ada di Talpat. Sungai kecil berbatu dengan air yang mengalir perlahan diantara bebatuan seperti sungai Bajulmati yang berukuran kecil, sehingga bisa disebut "Bajulmati Kecil". Kami siap di titik pengamatan masing-masing menunggu burung-burung datang. Namun bukan burung yang datang tapi malah ratusan nyamuk yang datang menyerang. Plak plak plak!!. Tangan ini sibuk menyusir mereka.
              Sembari tangan sibuk mengusir buanyak nyamuk, terlihat beberapa Merbah Cerucuk (Pycnonotus goiavier) mulai mendekat. Aku kira ini menjadi awal yang bagus setelah melihat Caladi tilik (Picoides moluccensis) bertengger dibatang-batang pohon kecil yang ada di pinggir sungai. Mahkota berwarna coklat gelap, warna dada dan perut putih bercoret hitam dan bagian bawah ekor sedikit kemerah-jambuan Sedikit kemerah-jambuan!. Walaupun di MacKinnon tidak dijelaskan demikian, tapi aku yakin dengan apa yang aku lihat.
              Setelah berulang kali biang Caladi tilik muncul. Pandanganku teralihkan pada burung dengan kepala dan dada biru, perut putih yang menghadap kearahku. Burung itu bukan Sikatan ninon tapi Kehicap ranting (Hypothymis azurea) jantan karena salah satu ciri bagian mahkotanya terdapat jambul berwarna hitam pendek. Kemudian muncul burung dari seberang sungai. Dengan ekor seperti kipas, tubuh bagian atas berwarna gelap dengan perut putih dan kalung berwarna gelap. Bino yang aku gunakan waktu itu sedikit soak jadi pengamatan kurang maksimal. Terlebih lagi baterai kameraku habis sebelum bertempur Hiks. Namun dari ciri-ciri tadi cukup untuk mengetahui jenis burung tersebut yaitu Kipasan belang (Rhipidura javanica). Burung ini mampir di Sumber Air untuk minum sejenak dan pergi lagi. Kemudian datang burung Perkutut Jawa (Geopelia striata) bertengger di salah satu batang pohon yang menjorok ke sungai.
                Selain burung-burung itu, ada beberapa burung lain yang unident, maklum saya masih amatiran dan harus berpisah dengan maz Aji dan maz Praja walau hanya beberapa meter Hikshiks. Aku tidak mau sendirian lagi.
                Kesimpulan pengamatan hari itu di Sumber Air Talpat adalah Merbah cerucuk, Merbah cerucuk dan Merbah cerucuk. Tidak ada burung mandi yang terlihat satupun. Haaah...mungkin kami kurang beruntung untuk hari ini. Namun ketika perjalanan pulang ke Bekol, warna langit mulai berubah menjadi gelap dengan sinar matahari yang merah merona terlihat tiga ekor burung Julang emas (Aceros undulatus) menlintas di atas kami. Uhuuu keren, menjadi penutup pengamatan hari ini...
Bersambung...

21 June 2013

Petualangan mencari Ciung?? di Plawangan


     Karena proposal PKM 50 Judul yang diadakan oleh fakultas MIPA UNY lolos. Mengenai Ciung-mungkal Jawa yang ada di Plawangan TNGM. Sampai sekarang masih hanya catatan terakhir dari maz Imam Taufiqurrahman tahun 2011 yang berhasil mendokumentasikan foto burung itu dan memuatnya dalam sebuah jurnal. Ini akan menjadi ekspedisi yang memerlukan perjuangan karena burung itu memang cukup jarang ditemui.
        Untuk menemukan burung itu, kami berencana bermalam di gerbang Telogo Nirmolo. Dengan berbekal surat izin dari Fakultas kami membuat SIMAKSI untuk penelitian di wilayah Lereng Selatan TNGM di Balai TNGM. Segala perijinan telah beres dan pada tanggal 18 Juni 2013 kami mulai berangkat dan menyusuri jalan setapak menuju arah Goa Jepang. Siang itu jam 12.30 cuaca cukup cerah, berharap dapat bertemu dengan si Javan Cochoa. Namun sampai sore hari kami belum medapatkan petunjuk tentang keberadaannya.
          Tetapi kami bertemu dengan banyaaaakk sekali burung. Pengamatan dilakukan dari bawah sampai di sekitar mata air. Bersama Maz Praja, Abid, Eky, Ari, Epe. Cuaca waktu itu cerah walau terkadang awan menutupi matahari. 
1.   Cucak kutilang 
2. Kacamata biasa 
3.  Munguk beledu 
4.    Brinji gunung 
5.         Sikatan belang
6. Sikatan ninon
Sikatan ninon

7.       Wergan jawa, yang sedang mandi di sumber air
Wergan jawa sebelum mandi

Wergan jawa setelah mandi

8.       Opior jawa, bersama-sama mandi di sumber air arah Goa Jepang
                               
Opior jawa setelah mandi
  
Opior jawa sedang makan

9.       Cica daun sayap-biru
Cica daun sayap-biru

11.   Sepah gunung, bergerombol dan paling sering terlihat
Sepah gunung Jantan


Setelah bertemu dengan sekian banyak burung kami beristirahat ditaman sambil bermain ayunan.
“Haah, aku pengen banget motret Ciung batu kecil, Bid” kataku. Dalam hati aku berkata Ciung batu kecil aja belum bisa ketemu apalagi Ciung-mungkal Jawa. Sambil duduk dan mengayun-ayunkan kakiku mendorong ayunan.
“Yo, mbok dipotret mbak” balas Abid.
                Beberapa saat kemudian aku melihat burung biru gelap terbang melintas dari kejauhan. Segera aku berlari mengikuti arah terbang burung itu. Mengendap perlahan dan menelisik semak-semak yang mulai terlihat gelap. Aku melihatnya, tiba-tiba tanganku gemetar dan jantungku berdegup kencang. Mencoba mengarahkan lensa kamera kearahnya. Alhasil ?
Blur banget hasilnya
                Aaarrggh!
                Dia terbang menjauh, aku berusaha mengikutinya dan kehilangan jejak. Kembali aku duduk dibawah gazebo sambil menatap kearah semak-semak tadi, berharap dia kembali. Dan setelah beberapa saat benar dia kembali. Sesosok warna hitam bersembunyi di balik ranting pohon, kemudian mengilang ditelan sudut gelap pepohonan. Warna Ciung batu kecil adalah biru tua keunguan namun jika dari kejauhan tampak hitam sedikit biru.
                                       
                                          Coba temukan perbedaan gambar dibawah ini
A
                                      
B
Setelah menghilang entah kemana, burung itu terbang mendekat dan inilah kesempatanku
Ciung batu kecil

Punggung Ciung batu kecil

                Sampai puas aku menjepretnya, terus ku ikuti kemana dia terbang. Sampai pada sebuah semak dia menangkap seekor ulat dan mencoba untuk memakannya. Namun, setelah beberapa saat dia sibuk dengan makanannya, dia menyadari keberadaanku dan terbang menjauh meninggalkan makan malamnya.
Makan malam Ciung batu kecil

                Sambil mengamati Ciung batu kecil, bonus Srigunting yang bertengger tepat diatasku. 
Srigunting kelabu

Yah mungkin itu menjadi penutupan hari ini yang luar biasa. Terlebih lagi bisa bertemu Ciung batu kecil, dan berharap bisa bertemu dengan kerabatnya... yaitu Ciung-mungkal Jawa!

                Hari berikutnya 19 Juni 2013, setelah berbincang dengan maz Nano malam harinya, di duga dia melihat Ciung-mungkal Jawa. Namun masih dalam konfirmasi. Hari ini kami langsung menuju arah Goa Jepang tempat dimana maz Nano bertemu dengannya. Pagi-pagi sekali kami berangkat, sampai disana malah melihat si ganteng cantik Walik kepala ungu yang sedang bertengger sendirian.
Walik kepala ungu

                Setelah menunggu cukup lama, aku melihat sekelebatan burung berwarna hitam terbang melewati atas pepohonan. Deg! Apa itu tadi? Pikirku. Lalu aku dan Ari melanjutkan perjalanan, kemana arah burung yang terlihat hitam itu terbang. Tidak disangka, aku melihatnya lagi terbang menjauh.
”Lihat ga ri??” kataku
“Ga” kata Ari sambil geleng-geleng
                Setelah itu aku mencoba mencari tempat yang bisa memandang tebing tempat sekelebat burung itu. Aku berpaling sebentar.
“Itu rell, terbang” kata Ari
“Haaahh??? Kearah mana?” tanyaku penasaran
"Warnanya agak coklat-coklat gtu" lanjut Ari.
---------------------------------------- senyap
                Hampir satu jam aku dan Ari menunggu memandangi tempat dimana burung misterius itu terlihat. Berbagai kicauan burung terdengar menemani kami yang semakin kedinginan. Tiba-tiba Jinjing Batu melintas dan bertengger tidak lebih 1 meter dari kami. Karena terkejut aku sampai lupa memotretnya buat kenang-kenangan. Lalu Takur tulung-tumpuk bertengger dipohon tepat diatas kami.
Takur tulung-tumpuk

Suara angin menggerakkan ratusan pohon yang terdengar sangat menyeramkan. Keheningan datang sesaat. Dan... suara itu terdengar... suara yang tidak asing ditelinga. Suara yang sama dengan rekaman.
“Dengar ga ri?” tanyaku
“Apa rell?” balas Ari
“Sssst”
                Suara itu!! Ya! Ya!
                Aku dan Ari saling berpandangan seakan tidak percaya.
                “Coba putar rekaman suaranya rell” kata Ari
                Aku langsung mengeluarkan hape dan memutar suaranya. Dan suara misterius itu masih berbunyi. Bergantian dengan suara hapeku. Mirip! Namun kami seakan masih tidak percaya. Aku mencoba merekam suara itu. Tapi baterai hapeku tiba-tiba habis. Hiks!! :'(
                “Ri, hapemu ada perekam suara ga?” tanyaku
                “Ga ada” jawab Ari sambil mencarinya
             Suara itu tidak selalu berbunyi, hanya berbunyi beberapa kali seperti siulan dan berhenti. Kemudian beberapa menit lagi berbunyi kurang lebih 6-7 kali kemudian berhenti lagi. Tidak ada yang bisa kami lakukan selain mendengarkannya, untuk itu kami mencoba mendengarkannya baik-baik. Setelah mendengarnya beberapa kali, kami mulai yakin bahwa itu suara Ciung-mungkal Jawa.
Namun tidak ada bukti yang kuat untuk hal ini..
Paling tidak sudah ada sedikit petunjuk yang didapatkan mengenai burung misterius ini. Dan semoga... Kami benar-benar bisa bertemu :)

Sayangnya kami lupa melakukan "ritual" foto bersama, terimakasih maz Praja, Abid, Ari, maz Nano, Eky, Epe, maz Kukuh, maz Juqi, maz Wahab, maz Kholil dan Panji...