06 April 2013

SKS (Semarang Ku Sayang)

Menemukan yang belum pernah ku temukan sebelumnya
          Setelah sekian lama ingin sekali pergi ke kota Semarang akhirnya pada Jumat pagi tanggal 29 Maret 2013 hal itu benar-benar terwujud. Walaupun akhirnya melenceng dari tujuan utama yaitu festival Burung Raptor/Pemangsa yang pertengahan Maret lalu berada pada puncak arus balik migrasi. Pada akhir bulan Maret ini sepertinya pesta itu sudah berakhir, tapi banyak hal menarik lainnya yang dapat ditemukan.
          Seperti perilaku bertelurnya si Capung biru capung favoritku yaitu Vestalis luctosa. Capung betina mengeluarkan telur melalui ovipositor dan meletakkannya pada rumput-rumput yang terapung dipermukaan sungai yang mengalir. Capung betina meletakkan telurnya berpindah-pindah dari rumput satu ke rumput lain namun masih dalam lingkup yang dekat. Capung jantan selalu berada didekat capung betina. Setiap ada capung lain yang mendekati wilayah mereka, capung jantan yang berperan mengusirnya. Perilaku ini teramati sore hari setikar jam 16.00 lebih di sungai daerah Kalisidi. 

Vestalis luctosa jantan
Vestalis luctosa
          Kalisidi adalah tempat yang indah, kami berjalan menyusuri sungai yang mengalir deras. Ada sesuatu yang unik disana yaitu jembatan sungai atau dengan kata lain jembatan yang menjadi sungai :D. Dari jembatan itu dapat terlihat pemandangan yang menakjubkan, seperti cat air yang digoreskan kesebuah kanvas.
          Setelah dari Kalisidi kami menuju Banyuwindu pada 30 Maret 2013. Banyuwindu adalah nama suatu tempat yang banyak dihiasi pohon kopi. Pagi hari bersama Green Community UNNES yang sedang mengisi pendidikan konservasi di SD Negeri 2 Gondang, aku dan Abid melihat 7 ekor Pericrocotus cinnamomeus (Sepah Kecil). Siang hari barulah kami menuju TKP Banyuwindu. Suasana desa sangat ramah, dengan masjid yang berada di pojok atas perbatasan desa dan hutan.  Pada siang itu kami melakukan pengamatan namun tidak membuahkan hasil karena musim pancaroba atau peralihan musim hujan kemusim kemarau menyebabkan suara Tenggeret ada disetiap langkah kami. Pandangan beralih menelisik dibatang pepohonan, siapa tau ada “si Cantik” duduk manis disana. Si Cantik itu adalah Anggrek yang ketika dilihat dengan perbesaran akan terlihat bahwa dia veryvery beautiful.
Menemukan yang belum pernah ku temukan sebelumnya. Kali ini kami tidak mau kehilangan kesempatan. Karena Tenggeret mulai berbunyi pada siang hari, setelah sarapan kami langsung berangkat. Pengamatan dipagi yang cerah Minggu 31 Maret 2013 mulai jam 08.00. Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster) termasuk burung yang umum dijumpai itu sedang bertengger diatas pohon. Tiba-tiba melintas Elang-ular Bido (Spilornis cheela) yang bermuka kuning dan sayapnya bergaris putih jelas. Dan ditengah perjalanan melihat Jinjing Petulak (Tephrodornis virgatus) yang sedang bersarang, jantan dan betina bergantian menjaga sarang dan mencari makan. Kemudian Kadalan Birah (Rhamphococcyx curvirostris), burung yang berukuran cukup besar sehingga mengejutkanku. Ekornya yang panjang dan bergaris oranye dibagian luarnya. Sambil berkadal-kadalan dengan Kadalan kami mendengar suara kepakan sayap Gogik/Julang Emas (Rhyticeros undulatus) yang membuatku terkejut. Belum usai rasa terkejutku, datang burung yang membuatku lebih terkejut lagi yaitu tiga burung yang memiliki sayap lancip melengkung keluar dan mengeluarkan suara yang nyaring cit-cit-cit ketika terbang. Wuuuss...wuuuss....cepat dan sangat lincah. Sempat aku arahkan bino pada mereka, terlihat warna punggung biru tua. Secepat mereka terbang secepat mereka menghilang. Siapakah mereka??? Hemiprocne longipennis (Tepekong Jambul)??
Kemudian Anis Siberia hasil jepretan maz Praja. Sikatan biru muda jantan dengan warna bulunya biru muda kehijauan. Merbah Corok-corok (Pycnonotus simplex) juga teramati di Kalisidi, dengan bulu kepala hingga ekor berwarna coklat, tungging berwarna krem, dada hingga perut berwarna putih-krem, dan ada garis hitam melewati matanya. Kemudian dua ekor Cikrak Kutub (Phyllocapus borealis), kaki dengan tarsus panjang berwarna cerah, garis hitam putih diatas matanya, tubuh berwarna coklat, dada berwarna putih bersih, dan paruh lancip bergradasi warna. Satu lagi burung sempat terjepret dan hasilnya nge-blur berat yaitu Seriwang Asia terlihat jam 11.30 lebih, warna punggung hingga ekornya oranye, warna kepala abu-abu dengan jambul, ciri-ciri tersebut menunjukkan burung betina. Kemana si Jantan kok ga kelihatann nyonya??
Selain tentang pengamatan, ada juga kisah-kisah dibalik layar para pengembara Semarang. Awal perjalanan yang menyenangkan disempatkan berhenti di SPBU hanya untuk foto bersama sebelum sampai semarang. Apa yang terjadi pada kameraku, dia mati tak mau hidup. Thank you for maz Juqi yang sudah meminjami kameranya beberapa kali.
Tidak ada yang sia-sia bersama maz Praja, maz Juqi, Ratna, Abit, Lita, Mb Putri. Perjalanan yang Funtastik!! Terimakasih pada Green Community yang sudah mengantar dan menemani perjalanan kami :)
Coming back soon :D

05 April 2013

Mengurangi Perjualbelian Burung




Perdagangan burung sangat marak dilakukan oleh setiap orang bahkan sudah menjadi hal yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Burung yang diperjualbelikan terkadang hasil pembiakan sendiri maupun tangkapan dari alam. Penangkapan burung dilakukan dengan berbagai cara dan teknik tersendiri di daerah dan orang yang berbeda. Burung yang ditangkap untuk dijual ataupun untuk dipelihara sendiri yang akan digunakan untuk lomba kicauan burung atau hanya dijadikan sebagai hiasan didepan rumah.
Kicauan dan warna yang indah membuat sebagian orang merasa nyaman hanya dengan memandangi dan mendengarkannya. Oleh sebab itu, banyak orang memiliki hobi memelihara burung dalam sangkar yang diletakkan didepan rumahnya agar mudah dilihat dan didengar ketika merasa suntuk/bosan. Selain itu, adanya kejuaraan burung berkicau dengan hadiah uang yang cukup menggoda untuk mencoba memenangkannya. Sehingga lebih banyak lagi orang yang ingin memiliki burung. Dengan cara membeli atau menangkapnya sendiri. Hal tersebut menyebabkan penurunan populasi burung secara signifikan. Hal tersebut dapat menyebabkan punahnya berbagai spesies burung yang dapat berdampak pada manusia yaitu terjadi peledakkan populasi dari mangsa burung misalnya peledakkan populasi ulat yang belakangan ini terjadi, kemudian burung yang telah punah tidak akan dapat dilihat oleh anak-cucu generasi mendatang dan dapat menyebabkan ketidakstabilan ekosistem.
Untuk mengurangi penjualan burung liar yang ditangkap yang pertama adalah mencari alternatif permainan baru atau kegiatan baru yang lebih menarik dari lomba kicauan burung yang bisa dijadikan hobi baru oleh banyak orang, misalnya dengan hobi membuat sketsa burung mengamati perilaku burung maupun fotografi burung yang ada dialam liar. Kedua, menyadarkan bahwa kicauan burung maupun warna bulu yang menghilangkan stres tidak hanya dapat dilihat didalam sangkar namun juga dapat dilihat melalui binokular langsung di habitat aslinya, misalnya dengan cara mengenalkan tentang birdwatching ke masyarakat luas melalui sebuah acara/lomba berhadiah yang dibuat untuk masyarakat yang tertarik kepada burung dengan tatacara dan ketentuan yang bersifat konservatif melestarikan burung dialamnya. Ketiga, memberi pembekalan dan pengetahuan mengenai dampak dari penangkapan burung liar yang dilakukan terus-menerus, melalui berbagai sosial media.
Dari ketiga konsep yang dibuat tersebut untuk membiasakan masyarakat tentang istilah “burung lebih indah di habitatnya” tidak akan mudah yang mungkin membutuhkan waktu beberapa tahun dan biaya yang cukup besar. Sampai pada akhirnya penangkapan burung liar berkurang diikuti dengan menurunnya perjualbelian burung di nusantara.