Karena
proposal PKM 50 Judul yang diadakan oleh fakultas MIPA UNY lolos. Mengenai Ciung-mungkal Jawa yang ada di Plawangan TNGM. Sampai sekarang masih
hanya catatan terakhir dari maz Imam Taufiqurrahman tahun 2011 yang berhasil
mendokumentasikan foto burung itu dan memuatnya dalam sebuah jurnal. Ini akan
menjadi ekspedisi yang memerlukan perjuangan karena burung itu memang
cukup jarang ditemui.
Untuk
menemukan burung itu, kami berencana bermalam di gerbang Telogo Nirmolo. Dengan
berbekal surat izin dari Fakultas kami membuat SIMAKSI untuk penelitian di
wilayah Lereng Selatan TNGM di Balai TNGM. Segala perijinan telah beres dan
pada tanggal 18 Juni 2013 kami mulai berangkat dan menyusuri jalan setapak menuju arah
Goa Jepang. Siang itu jam 12.30 cuaca cukup cerah, berharap dapat bertemu
dengan si Javan Cochoa. Namun sampai sore hari kami belum medapatkan petunjuk
tentang keberadaannya.
Tetapi
kami bertemu dengan banyaaaakk sekali burung. Pengamatan dilakukan dari bawah sampai di sekitar mata air. Bersama Maz Praja, Abid, Eky, Ari, Epe. Cuaca waktu itu cerah
walau terkadang awan menutupi matahari.
1. Cucak
kutilang
2. Kacamata
biasa
3. Munguk
beledu
4. Brinji
gunung
5. Sikatan belang
6. Sikatan
ninon
Sikatan ninon |
7. Wergan
jawa, yang sedang mandi di sumber air
Wergan jawa sebelum mandi |
Wergan jawa setelah mandi |
8. Opior
jawa, bersama-sama mandi di sumber air arah Goa Jepang
Opior jawa setelah mandi |
Opior jawa sedang makan |
9. Cica
daun sayap-biru
Cica daun sayap-biru |
11. Sepah
gunung, bergerombol dan paling sering terlihat
Sepah gunung Jantan |
Setelah bertemu
dengan sekian banyak burung kami beristirahat ditaman sambil bermain ayunan.
“Haah, aku
pengen banget motret Ciung batu kecil, Bid” kataku. Dalam hati aku berkata Ciung batu kecil aja belum bisa ketemu
apalagi Ciung-mungkal Jawa. Sambil duduk dan mengayun-ayunkan kakiku mendorong
ayunan.
“Yo, mbok dipotret mbak” balas Abid.
Beberapa
saat kemudian aku melihat burung biru gelap terbang melintas dari kejauhan. Segera
aku berlari mengikuti arah terbang burung itu. Mengendap perlahan dan menelisik
semak-semak yang mulai terlihat gelap. Aku melihatnya, tiba-tiba tanganku
gemetar dan jantungku berdegup kencang. Mencoba mengarahkan lensa kamera
kearahnya. Alhasil ?
Blur banget hasilnya |
Aaarrggh!
Dia
terbang menjauh, aku berusaha mengikutinya dan kehilangan jejak. Kembali aku
duduk dibawah gazebo sambil menatap kearah semak-semak tadi, berharap dia
kembali. Dan setelah beberapa saat benar dia kembali. Sesosok warna hitam bersembunyi
di balik ranting pohon, kemudian mengilang ditelan sudut gelap pepohonan. Warna Ciung batu kecil adalah biru tua keunguan namun jika dari kejauhan tampak hitam sedikit biru.
Coba temukan perbedaan gambar dibawah ini
A |
B |
Ciung batu kecil |
Punggung Ciung batu kecil |
Sampai
puas aku menjepretnya, terus ku ikuti kemana dia terbang. Sampai pada sebuah
semak dia menangkap seekor ulat dan mencoba untuk memakannya. Namun, setelah beberapa saat dia sibuk dengan makanannya, dia menyadari keberadaanku dan
terbang menjauh meninggalkan makan malamnya.
Makan malam Ciung batu kecil |
Sambil
mengamati Ciung batu kecil, bonus Srigunting yang bertengger tepat diatasku.
Srigunting kelabu |
Yah
mungkin itu menjadi penutupan hari ini yang luar biasa. Terlebih lagi bisa
bertemu Ciung batu kecil, dan berharap bisa bertemu dengan kerabatnya... yaitu Ciung-mungkal Jawa!
Hari
berikutnya 19 Juni 2013, setelah berbincang dengan maz Nano malam harinya, di
duga dia melihat Ciung-mungkal Jawa. Namun masih dalam konfirmasi. Hari ini
kami langsung menuju arah Goa Jepang tempat dimana maz Nano bertemu dengannya. Pagi-pagi
sekali kami berangkat, sampai disana malah melihat si ganteng cantik Walik
kepala ungu yang sedang bertengger sendirian.
Walik kepala ungu |
Setelah
menunggu cukup lama, aku melihat sekelebatan burung berwarna hitam terbang
melewati atas pepohonan. Deg! Apa itu
tadi? Pikirku. Lalu aku dan Ari melanjutkan perjalanan, kemana arah burung
yang terlihat hitam itu terbang. Tidak disangka, aku melihatnya lagi terbang
menjauh.
”Lihat ga ri??”
kataku
“Ga” kata Ari
sambil geleng-geleng
Setelah
itu aku mencoba mencari tempat yang bisa memandang tebing tempat sekelebat
burung itu. Aku berpaling sebentar.
“Itu rell,
terbang” kata Ari
“Haaahh??? Kearah
mana?” tanyaku penasaran
"Warnanya agak coklat-coklat gtu" lanjut Ari.
---------------------------------------- senyap
"Warnanya agak coklat-coklat gtu" lanjut Ari.
---------------------------------------- senyap
Hampir
satu jam aku dan Ari menunggu memandangi tempat dimana burung misterius itu
terlihat. Berbagai kicauan burung terdengar menemani kami yang semakin
kedinginan. Tiba-tiba Jinjing Batu melintas dan bertengger tidak lebih 1 meter
dari kami. Karena terkejut aku sampai lupa memotretnya buat kenang-kenangan. Lalu
Takur tulung-tumpuk bertengger dipohon tepat diatas kami.
Takur tulung-tumpuk |
Suara angin menggerakkan
ratusan pohon yang terdengar sangat menyeramkan. Keheningan datang sesaat. Dan...
suara itu terdengar... suara yang tidak asing ditelinga. Suara yang sama dengan
rekaman.
“Dengar ga ri?”
tanyaku
“Apa rell?”
balas Ari
“Sssst”
Suara itu!! Ya! Ya!
Aku
dan Ari saling berpandangan seakan tidak percaya.
“Coba
putar rekaman suaranya rell” kata Ari
Aku
langsung mengeluarkan hape dan memutar suaranya. Dan suara misterius itu masih
berbunyi. Bergantian dengan suara hapeku. Mirip!
Namun kami seakan masih tidak percaya. Aku mencoba merekam suara itu. Tapi
baterai hapeku tiba-tiba habis. Hiks!! :'(
“Ri,
hapemu ada perekam suara ga?” tanyaku
“Ga
ada” jawab Ari sambil mencarinya
Suara
itu tidak selalu berbunyi, hanya berbunyi beberapa kali seperti siulan dan
berhenti. Kemudian beberapa menit lagi berbunyi kurang lebih 6-7 kali kemudian
berhenti lagi. Tidak ada yang bisa kami lakukan selain mendengarkannya, untuk
itu kami mencoba mendengarkannya baik-baik. Setelah mendengarnya beberapa kali,
kami mulai yakin bahwa itu suara Ciung-mungkal Jawa.
Namun tidak ada bukti yang kuat
untuk hal ini..
Paling tidak sudah ada sedikit
petunjuk yang didapatkan mengenai burung misterius ini. Dan semoga... Kami
benar-benar bisa bertemu :)
Sayangnya kami lupa melakukan "ritual" foto bersama, terimakasih maz Praja, Abid, Ari, maz Nano, Eky, Epe, maz Kukuh, maz Juqi, maz Wahab, maz Kholil dan Panji...